Datang Bulan (Sebuah Puisi dan Sebuah Perayaan)

Table of Contents

Selamat hari ini, Kawan Rajanetra!

Sebentar lagi, kita memasuki hari sastra Indonesia, sebuah momen yang penting untuk diperingati dan dirayakan dengan ragam agenda yang positif.

Bisa dengan meningkatkan intensitas berkarya sesuai kapasitas masing-masing tanpa adanya maksud menjadi pesaing, kompetisi lomba yang sehat tanpa manipulasi, diskusi yang diharapkan untuk terealisasi, serta masih banyak lagi.

 

Pada kesempatan kali ini, Admin ingin sedikit berbagi salah satu keunikan dari khazanah sastra.

Sebuah puisi yang berjudul tak lazim, tetapi isinya bertujuan positif.

Puisi ini sejatinya digunakan untuk memberi ucapan selamat berbahagia samawa buat salah satu rekan Admin, tapi justru tidak kesampaian disebabkan situasi resepsi yang hanya kondusif untuk penampilan para musisi dan penyanyi.

Akhirnya, sudahlah, Admin simpan dulu puisi tersebut, dan pada hari ini terbetik motivasi untuk mengunggahnya di sini.

Selamat Merayakan dan melestarikan Hari Sastra Indonesia, serta Salam Inklusif!

 

 

Datang Bulan

Akbar AP

 

Lebih dari sakralnya tanggal rutinan itu,

Iya, maksudku bukan itu.

Datang bulan, pada kali ini adalah tentang keduanya yang sedang berbahagia.

Meresapi kopi di udara yang banyak diseduh ragam jemari emas nan pantas.

Meja berselimut kain bercorak, lezatnya hidangan, dan semerbak keramahan menimbuni taman kebahagiaan keduanya.

 

Lagi dan lagi,

Silih berganti seakan tidak berhenti,

Jemari emas itu ulurkan keyakinan baru pada keduanya.

Kupu-kupu ada di mata mereka,

Menguncup sejenak dalam hikmatnya ikrar perjanjian,

Lantas wangi merekah dalam senyuman.

 

Jelas, bukan?

Datang bulan itu banyak lipatan di antara dahan pemikiran.

 

Bisa sepanjang Nil, selebar Amazon, Sedalam Baikal, atau sesyahdu Bengawan Solo.

Mungkin,

Bisa juga nantinya ditemukan di puncak-puncak Himalaya, barisan seribu, bahkan Kelokan Sembilan.

Sejatinya,

Kemanapun pergi, seberapapun lamanya, keduanya akan tetap bertalian,

Bergandengan meniti pandora masa depan,

Mercusuar Tuhan mendayung bahtera asmaraloka mereka.

 

Yogyakarta, 27 Juni 2024

 

  

6 komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Comment Author Avatar
Anonim
Selasa, Juli 02, 2024 Delete
Halo, kak. Puisinya unik, izin untuk membacakan di event sastra di daerah kami, ya?
Comment Author Avatar
Anonim
Selasa, Juli 02, 2024 Delete
boleh silakan, dengan catatan sebutkan nama penulisnya jika ingin dibacakan
Comment Author Avatar
Selasa, Juli 02, 2024 Delete
keren banget sih ini puisinya
Comment Author Avatar
Cantika
Selasa, Juli 02, 2024 Delete
iiiih gemesnya, sejuta makna yang mendalam, keren banget, jadi terpesona dari kata demi katanya
Comment Author Avatar
Salma Aprilia
Selasa, Juli 02, 2024 Delete
Masya Allah, maknanya dalem banget, jadi baper
Comment Author Avatar
Ayu Rahmawati
Selasa, Juli 02, 2024 Delete
mas akbar memang keren banget sih, maknanya memiliki sejuta arti yang mendalam