Allah itu tidak tidur jadi jangan khawatir! Ikuti prosesnya

Table of Contents

"Menyikapi Cokro Manggilingan, prinsip apa saja yang dihidupkan di tengah masyarakat Jawa itu, saya bawa beberapa prinsip yang ada kata-kata ojonya. ojo, itu artinya jangan. Tadi ada ojo dumeh, saya sendirikan, karena jadi prinsip yang utama, tapi ini ojo-ojo yang lain, jadi banyak sekali jangan yang karena ini, kalau dalam bahasa sering saya sebut ini semacam 'remnya'. Silahkan lakukan apa saja, seller remnya, paten remnya paten itu berarti jangan nabrak hal-hal ini. Baik kita lihat, orang yang sadar bahwa hidup ini berputar, kadang di atas, kadang di bawah.

 

ojo adigang adigung adiguno

Ojo adigang adigung adiguno maksudnya ojo adigang itu jangan sombong mengandalkan kekuatanmu, ojo adigung itu jangan sombong mengandalkan kekuasaanmu. Adiguna itu jangan sombong mengandalkan kepandaianmu. Kekuatan, kekuasaan, kepandaian itu sesuatu yang kita miliki hari ini mungkin, tapi pada saatnya juga akan pergi. Tidak ada orang kuat selamanya, atau dia berkuasa terus-terusan selamanya, atau dia pintar terus pintar dalam segala hal. Setiap kekuatan, setiap kekuasaan, setiap kemahiran, kepintaran ada batasnya. Dalam hal tertentu mungkin kita pintar, tapi dalam sangat banyak hal yang lain kita termasuk yang tidak tahu apa-apa. Di ranah tertentu mungkin kita berkuasa, punya kekuatan, tapi di ranah yang lain yang justru lebih banyak, lebih luas, kita tidak punya kuasa apa-apa, tidak punya kekuatan apa-apa. Yang namanya manusia selalu ada batasnya. Orang sombong itu merasa kekuatannya tidak terbatas, kekuasaannya tidak terbatas, dan kepandaiannya juga hendak terbatas. Orang yang merasa kekuatannya tidak terbatas itu biasanya menganggap yang lain lebih lemah dari dirinya. Orang yang merasa bahwa kekuasaannya tidak terbatas biasanya cenderung menganggap yang lain lebih rendah dibandingkan dirinya. Sementara orang yang merasa sangat pandai, kepandaiannya tidak terbatas, biasanya cenderung mengangkat yang lain lebih bodoh, lebih keliru, lebih sesat daripada dirinya. Ini memanifestasikan orang yang tidak sadar bahwa hidup itu berputar. Tadi di atas saya bilang, kalau Allah mau, kekuasaan, kekuatan sudah sehat, apapun bisa, satu detik hancur. Bagaimana ceritanya, misalnya Raja Namrud zaman Nabi Ibrahim yang meninggal karena seekor nyamuk, kurang dahsyat. Apa seorang raja kalahnya sama nyamuk, kurang merasa besar apa manusia modern dengan segala kedahsyatan teknologinya, kita merasa menguasai bumi dan seisinya, yo, kalahnya melawan bahkan lebih kecil dari nyamuk, virus, namanya covid-19. Jadi tidak pantas kita itu sombong, tidak pantas kita itu merasa pintar, merasa kuat, merasa besar.

 

ojo gumunan, ojo getunan, ojo kagetan, ojo aleman

ojo. Selanjutnya, ini paket ojo-ojo. Ini paket jangan-jangan, ojo gumunan, ojo getunan, ojo kagetan, ojo aleman.

 Ojo gumunan itu mudah, apa kagum, ada apa-apa dikit, 'wow' ada apa-apa dikit, udah kagum. Orang yang mudah kagum itu biasanya mudah ditipu, mudah dibohongi. Fenomena viral, viral itu kan banyak memanfaatkan logika manusia yang suka, tadi itu ada, ini loh, peristiwa alam yang begini loh, orang kagetan. Jadi orang kaget itu biasanya. Terus, apa, orang gumun itu biasanya, tidak waspada. Orang 'wow', itu biasanya terus tidak bisa berpikir jernih. Jadi bagian ojo yang kedua ini, menggiring orang tidak bisa berpikir jernih.

 

Cokro Manggilingan sadar bahwa segala sesuatu sudah ditentukan oleh Allah, mungkin kita tidak terlalu gumunan. Kalau Allah menghendaki, ya apapun bisa terjadi. Yang kedua, ojo getunan. Keturunan itu mudah menyesal. Orang yang mudah menyesal menunjukkan bahwa perbuatannya tidak terkontrol atau tidak maksimal. Orang menyesal karena 'Mbok, kemarin aku begini, akhirnya tidak begini. Kok kemarin aku begitu, akhirnya tidak begitu.' Nah, itu orang mudah menyesal itu biasanya orang yang sembrono, tidak serius, tidak memberikan apa yang dia punya sepenuhnya. Ujian, misalnya, kalau ujian saja dikerjakan selesai, akhirnya nilainya jatuh. Akhirnya, kita coba. 'Kemarin saya mengerjainnya sungguh-sungguh, mestinya nilaiku lebih bagus lagi.' Ya, salahnya sendiri, kemarin tidak serius. Jadi, getun tidak memberikan yang 100%, tidak berupaya sepenuhnya. Ini menyebabkan orang getuna jadi cirinya orang ketun itu menyesali masa lalu. Mengapa masa lalu disesali? Karena dia tidak serius. Maka, ojo ketutunan. Berarti, berikan sepenuhnya apa yang engkau kemudian.

 

Ojo kagetan

Ojo kagetan ini jangan mudah kaget. Biasa saja di dunia ini, apa sih yang tidak mungkin? Kalau sering-sering kaget, jadinya kita tidak waspada, mudah ditipu. Orang mudah ditipu, orang tiba-tiba ada, 'Wa, selamat, Bapak memenangkan undian sebesar 750 juta.' Jangan-jangan aku menang beneran. Ini jangan-jangan, sekarang banyak yang kayak gitu, nipu-nipu. Jadi, memanfaatkan situasi psikologis kita yang mudah kaget. Kalau tiba-tiba ada kabar apa saja, terus kita kaget, ketika kita kaget, kita tidak waspada. Ada, ya, hari ini banyak itu yang lewat medsos, itu tiba-tiba juara 1, atau kadang ngeri, itu anak bapak kecelakaan. Ketika kita kaget, kehilangan kewaspadaan, tidak bisa waspada. Maka, jangan kagetan, terus berpikir yang jernih, yang waspada.

 

Ojo aleman

Ojo aleman itu jangan manja. Orang aleman itu orang yang selalu minta dilayani, harusnya dia bisa memenuhi sendiri. Dia nunggu dipenuhi orang lain, itu kan bukan tugas saya. Meskipun sebenarnya, kalau dia tandangi, ya, beres. Tapi aleman, jatah aku kan cuma ini, itu kan tugasnya dia biasanya, dan dia inginnya dilayani terus. Itu aleman. Jangan aleman. Orang aleman itu berarti dia tergantung pada orang lain, tidak mandiri. Meskipun tadi diartikan suka dipuji, orang suka dipuji juga berarti hidupnya tergantung pada orang lain, tidak mandiri versi dirinya.

 

Ojo kedungkul marang kalungguhan kagungan.

Lan kamar, jangan ditaklukkan oleh kedudukan, keduniaan, harta benda, dan kembar kesenangan. Jadi, hidup kita, tolong jangan diperbudak oleh posisi, jabatan, atau kedudukan, jangan diperbudak oleh harta, jangan diperbudak oleh kesenangan saja. Diperbudak itu berarti kalungguhan kadonya, kamar. Remen itu yang menyetir kita, bukan kita yang menguasai kedudukan, harta, dan kesenangan, bukan kita yang mengendalikan kesenangan. Tapi kesenangan yang mengendalikan kita, dikendalikan oleh kesenangan itu. Ya, berarti hidup kita itu yang kita tuju, senang terus, kita tidak bisa ngerem kesenangan. Kalau sudah senang itu terus, yang dicari, dikejar, sampai lupa segalanya, itu berarti kita disetir oleh kesenangan. Kalau sudah begitu, ya, berarti kita tidak sadar. Cokro Manggilingan, hati-hati, hidup itu berputar. Kadang orang mencari kesenangan saja, jatuh dalam kesulitan yang tidak ada akhirnya, ada orang yang mencari kedudukan, jabatan, lupa segalanya, hanya mikir jabatan saja, akhirnya jatuhnya malah kehinaan. Banyak orang mengejar harta, menghalalkan segala cara, akhirnya malah jatuh miskin. Maka, ojo kedungkul marang kalungguhan kagungan lan kamar, apalagi yang ini menjelang era-eranya mau berjuang, mungkin sudah lulus kuliah, mau bekerja, mau menikah, membangun rumah tangga, dan seterusnya, ojo betungkul marang galungguhan katungan lan kamar mandi.

 

Saya lanjutkan ini, waktunya tambah lama, tambah menipis. Ojo keminter mundak keblinger. Ojo cidro mundak ciloko. Komentar atau komentar itu maksudnya, kalau di Bahasa Indonesia, sekarang mungkin sok pintar, sok pintar itu sebenarnya tidak pintar, tapi gayanya kayak orang pintar. Nah, itu namanya keminter. Hati-hati, ojo keminter mundak keblinger, nanti engkau akan sesat. Jadi, keblinger itu ya terbelokkan, tersesat. Jangan keminter, sok pintar. Kemudian, ojo cidro mundak ciloko. Cidro itu bisa diartikan curang, bisa diartikan berkhianat, bisa diartikan jahat. Jangan melakukan yang jelek, yang khianat, yang jahat, nanti engkau celaka sendiri. Apa yang engkau tabur, itulah yang engkau panen. Kalau engkau menaburkan yang jelek-jelek, panenmu juga pasti jelek-jelek.

 

Yang terakhir, saya bawa gusti Allah ora sare. Nah, ini juga falsafah yang menurut saya luar biasa dari tradisi Jawa, yaitu Allah itu tidak tidur. Jadi, jangan khawatir, Pak, saya itu sudah serius, kok rasanya roda saya tidak naik-naik ke atas, ini kok di bawah terus, Pak. Saya sudah melakukan banyak sekali kebaikan, salah saya apa, coba, kok nasib saya seperti ini. Ketika kita rasanya menggugat Allah, jangan khawatir, Gusti Allah yang penting. Tandurlah yang baik-baik, maka engkau akan panen yang baik-baik. Becik ke titik olo ketoro, ikuti prosesnya, alon-alon Waton kelakon. Ada juga mungkin falsafah yang lain yang ini juga saya tulis, sopo nandur bakal ngunduh. Siapa yang menanam, dia yang akan panen, menuai. Famaya malmisqolla, barang siapa melakukan kebaikan, dia akan terlihat. Barang siapa melakukan kejelekan, dia juga akan terlihat.

 

Demikianlah, semoga pesan-pesan dari tradisi Jawa ini bisa memberikan inspirasi dan arahan dalam menjalani kehidupan. Terima kasih. 

Posting Komentar