Jangan Sombong Dan Sok Tau
Setiap kita hanya bisa berkomentar, berbicara, berkata sesuai dengan apa yang kita lihat, dengar, rasakan. Itu merupakan hal yang wajar. Manusiawi. Ketika yang kita lihat merupakan sebuah kebaikan, maka kita langsung memujinya tanpa batasan seolah-olah yang kita lihat itu tak memiliki kecacatan sedikit pun. Tak ada setitik pun cela keburukan, karena hal itu dilakukan oleh orang-orang yang 1 circle dengan kita. Kita akan mendukungnya sampai manapun. Bahkan ibarat kata sampai masuk ke lubang jarum pun akan kita dukung, kita luh-luhkan, kita jadikan juara di hati kita. Kita tidak pernah berkata jelek, meskipun memang kejelekan yang terlihat di mata kita. Dan kita selalu berprisangka baik, walaupun tak ada kebaikan meski hanya sebesar biji sawi.
Beda halnya dengan orang-orang yang bukan termasuk dari lingkaran kita.
Kita akan selalu melihat apa yang mereka lakukan merupakan sebuah keburukan. Tak ada maslahat. Kita merasa apa pun yang diperbuat oleh mereka merupakan suatu hal yang sial, tak berarti apa-apa. Dan kita selalu merasa lebih baik daripada mereka.
Kita memberikan nasihat kepada mereka. Namun konyolnya, di balik itu ada maksud angkuh, ada maksud ria, ada maksud menyombongkan diri, tapi dengan dalih saling menasihati dalam kebaikan.
Kita selalu merasa bahwa apa yang dilakukan oleh mereka itu salah. Kita menasihati mereka agar mereka sama seperti kita. Karena menurut kita hanya kitalah yang berada di jalan yang benar. Hanya kitalah yang tepat dalam melangkah. Hanya kitalah yang good looking di dalam bertindak. Sehingga siapa pun yang menurut kita tidak sesuai dengan jalan kita, kita paksa agar mereka berada di jalan yang sama seperti kita.
Kita menganggap kalo perbuatan kitalah yang paling ok. Kita mengira kalo action mereka salah, bahkan yang lebih parahnya kita menduga kalo mereka tidak melakukan apa-apa.
Padahal, siapa tahu merekalah yang paling bersungguh-sungguh dalam bertindak. Bertindak melakukan perbuatan yang mulya,. Dan kita tidak tahu, apakah menurut Sang Maha Penilai apakah kita yang terbaik, atau justru malah sebaliknya?
So, janganlah kita merasa kalo diri kitalah yang paling sempurna. Diri kitalah yang paling tepat di dalam memilih jalan. Diri kitalah yang paling tepat di dalam bertindak tuk meraih kesuksesan. Sungguh, setiap orang ada caranya masing-masing tuk mengubah hidupnya agar menjadi lebih baik. Kenapa kita cela? Kenapa kita komentari? Kenapa kita usil dengan apa yang mereka perbuat?
Sungguh, selagi tidak ada unsur kesyirikan, kemungkaran, dan kerugian yang dilakukan oleh seseorang/kelompok, kita tidak ada hak buat mengatur. Itu adalah cara mereka. Cara mereka tuk berubah menjadi lebih baik. Dan kita punya cara yang berbeda, tapi dengan tujuan yang sama.
Di satu sisi tulisan di atas benar sih, karena menyeru kita untuk tidak repot dengan kehidupan orang lain. Namun di sisi yang lain, keburukan justru ada pada sang penulis itu sendiri. Loh, kok, bisa? Iya, sebab seakan-akan dia tidak mau diberi nasihat oleh orang lain. Dia tidak ingin orang lain perduli sama dia karena menurutnya dia sudah berada di jalan yang benar.
Jangan seperti itu yaa, guys!
Kita terima saja apapun yang diberikan oleh orang lain untuk kita, selagi hal tersebut merupakan kebaikan. Kita tidak berhak menilai begini begitu, sebab hal itu berurusan dengan hati, dan prihal hati hanya Sang Maha Pemilik hati itu sendirilah yang tahu.
Syukur masih ada yang perduli dengan kita... Coba kalo nggak ada yang perduli lagi... Kita melakukan apapun dibiarin, apa nggak nyesek kita?
Kita itu hanyalah manusia biasa. Tidak adalah kesempurnaan sedikitpun di diri kita, kecuali Sang Maha Sempurna itu sendiri.
So, janganlah kita merasa sudah paling benar, dengan demikian kita merasa tak perlu lagi nasihat-nasihat orang lain.