KEJAHILAN TEMAN-TEMAN OMAT DIKALA KECIL
KEJAHILAN TEMAN-TEMAN OMAT DIKKALA KECIL
Written by: Choeirul Azhar
Tinggi 170cm, berat badan 60kg, ofal face, serta rabutnya
yang kruwel kalau sudah panjang karena gak bisa ngurusnya.
Begitulah dia. Omat namanya.
Sejak usia 5 tahun ia
menjadi Tunanetra.
Awal mulanya ia koma karena sakit panas tinggi,
sampai-sampai kalo misalnya kita masak
air di atas badannya bisa jadi mateng dalem waktu 5 menit karena saking
tingginya panas yang ia alami saat itu.
Maknya, Nyak Aminah, begitu panik dan meminta tolong kepada
para tetangga. Kemudian mereka pun datang ke rumah Nyak Aminah dan segera
melakukan pertolongan. Ada yang ngompres badannya Omat, ada yang nenangin nyak
Aminah, ada yang berusaha nelphone ambulance untuk ngebawa Omat ke rumah sakit.
***Beberapa tahun stelah kejadian naas yang dialami oleh
Omat, dia pun tumbuh sebagaimana anak-anak yang lainnya. Ia maen bersama
teman-teman seusianya dengan riang gembira tampa menyadari kalo ia dalam
keterbatasan. Wajar, sebab saat itu ia masih kanak-kanak. Selain itu, tidak ada
satu pun orang-orang disekitarnya yang mengucilkan dia. Mereka amat support
terhadap Omat. Tidak ada satu orang pun yang melarang anaknya buat bermain
bersama Omat dikarenakan ketrbatasannya.
Omat sangat happy ketika bermain bersama mereka. Berbagai
macam permainan yang dimaenkan dia ikuti. Entah itu bermain hujan, petak umpet, kejar-kejaran,
dan lain sebahagiannya. Namun, namanya anak-anak pasti ada saja sikap jahilnya.
Pernah suatu hari, ketika mereka sedang asyiknya bermain petak umpet mereka ada
niatan ngerjain Omat. Mereka berteriak dengan suara yang sangat kencang dan
bernada cemas yang berlebihan serta lari ke segala arah Dan meninggalkan Omat
sendirian. Ditengah-ytengah suara orang-orang yang cemas, ada terdengar
perkataan: “ada anjing, ada anjing, ada anjiiiiiing... Tolong ada anjing...
Tolooooooooooong...”
Omat pun meminta mereka agar mengajak dirinya lari. Namun
sialnya satu pun tidak ada yang mau menuruti permintaannya. Mereka satu sama
lain lari terbirit-birit ke segenap penjuruh. Omat, yang mana dia sebagai anak
tunanetra, tak kalah paniknya dibandingkan dengan temen2 lainnya yang awas. Dia
pun semakin berteriak meminta tolong dan berlari juga... Namun, lagi-lagi sial,
sebab mereka semakin menjauh, menjauh, dan menjauh. Sedang, sebagai anak
tunanetra, Omat gak bisa berbuat banyak, kecuali hanya memperhatikan dimana
arah suara teman-temennya itu sebagai patokan. Lagi-lagi mereka semakin
berteriak karena ketakutan namun dengan suara yang makin terdengar kecil oleh
Omat karena sudah jauh banget dari tempat Omat berada. Thihidak hahanya ihitu
saja, salah satu diantara mereka ternyyata masih stay di sekitaran Omat dan
menggongong dengan suara yang amat mengerihkan layaknya anjing yang sedang
kelaparan. Dan temannya yang berpura-pura sebagai anjing itu suaranya makin ia
kencangkan dan dengan itu Omat semakin takut.
Diapun berusaha untuk lari sekenceng-kencengnya, dan,
gabruuuk... Aaaaaah... Aduuuh... Aaaduuh,” Rintih Omat yang kesakitan akibat
jatuh karena salah satu kakinya masuk ke lubang parit.
Temennya, Anton yang masih berada disekitaran Omat langsung berlari
kearahnya dan mmemberikan pertolongan.
“Omat...! Omat...! Omat...!
Mat, kamu gak papa, Mat?” Tanya Anton yang sebenarnya sedari
tadi memperhatikannya.
“Gak papa biji
matamu, orang aku sudah jatoh gini ditanya
gapapa.” Sahut Omat dengan muka yang penuh malu dan juga kesal karena
tidak ada satupun temannya yang menolongnya sehingga ia terjatuh.
“Sorry Mat, soalnya aku baru datang pas kamu jatoh. Ini aku
bawa obat. Sini aku obatin kaki kamu.” Seru Anton yang sudah siap dengan obat
penyembuh luka dan pembungkus luka yang ia ambil dari rumah.
Kemudian Anton pun memegang kaki Omat yang penuh luka itu
dan menaburinya dengan obat tersebut, lalu dengan pelan-pelan ditutupnya luka
tersebut dengan perban.
Ia tidak menyangka kalau kejadiannya bakal seperti ini.
Padahal ia dan temen2 yang laen sudah memperhitungkan agar setiap lobangan yang
ada tidak terinjak oleh kaki Omat kalo seumpamanya ia lari. Namun naasnya Omat
tetap terjatuh karena ada salah satu lubangan yang luput dari pengelihatan
mereka.
Singkat cerita, akhirnya Omat pun sembuh dan teman2nya
meminta maaf kepadanya karena kejahilan mereka itu. Semenjak itu, tidak ada
satu pun diantara mereka yang mau berbuat konyol lagi kepada Omat karena
khawatir dengan keselamatannya yang menjadi satu-satunya anak tunanetra di
lingkungannya.
Tamat.